PENGANTAR STUDI GENDER
Ditulis oleh Arini Suvi L
(Biro Kajian dan Wacana
Rayon Psikologi dan Kesehatan)
A. Pengantar
Sejarah menorehkan bahwa pergerakan perempuan tidak luput
dari dinamika yang dikaitkan dengan kondisi sosial politik baik dalam sekala
regional, nasional, bahkan internasional. Isu perempuan sudah bukan hanya
sebagai isapan jempol belaka, hal ini dapat kita lihat bahwa modernisasi dan
persinggungan budaya merupakan hal yang kongkret yang meharuskan untuk selalu
waspada, mawas diri, baik secara individu maupun komunitasnya dalam menghadapi
realita yang terjadi dan tidak lari meninggalkanya. Budaya patriarki yang
berkembang menunjukan bahwa laki-laki adalah makhluk yang kuat dan rasional
sementara perempuan adalah makhluk yang lemah dan emosional merupakan
konstruksi sosial budaya.
Di era globalisasi saat ini,
perhatian dunia terhadap pembangunan yang berbasis gender semakin besar.
Seperti yang telah kita ketahui bersama hampir di seluruh Negara telah terjadi
diskriminasi gender. Ketidakadilan gender merupakan akibat dari adanya sistem
(stuktur) social dimana salah satu jenis kelamin (laki-laki atau perempuan)
menjadi korban. Hal tersebut terjadi karena akibat buruk dari kurangnya
pemahaman dan kesadaran akan gender serta keyakinan dan pembenaran yang telah
membudaya disepanjang peradaban manusia.
Padahal apabila kita melihat, banyak tokoh-tokoh
perempuan justru dapat mendapatkan pencapaian yang belum tentu bisa dilakukan
oleh laki-lakipun. Terlebih di Indonesia, sejarah telah mencatat tokoh-tokoh
perempuan indonesia yang begitu heroik dan luar biasa. Sebut saja Malahayati
seorang wanita berdarah kelahiran Aceh yang menjadi laksamana angkatan laut
pertama di dunia yang membawahi 200 kapal perang dengan 2000 pasukan berhasil
memenangkan duel dengan laksamana dari belanda, berkat jasanya Malahayati
mendapatkan gelar pahlawan nasional pada tahun 2017.
Selain itu kita juga tau ratu Shima yang mengantarkan
kerajaan Kalingga pada puncak kejayaan, ada cut nyak dien yang gigih meminpin
pasukanya guna melawan Belanda, dan masih banyak lagi. Ironisnya
kehebatan-kehebatan tersebut sekarang justru tertutup hilang entah kemana.
B. Apa
itu Gender?
Istilah
‘gender’ sudah tidak asing lagi di telinga kita, tetapi masih banyak di antara
kita yang belum memahami dengan benar istilah tersebut. Gender sering
diidentikkan dengan jenis kelamin (sex), padahal gender berbeda dengan
jenis kelamin. Gender sering juga dipahami sebagai pemberian dari Tuhan atau
kodrat Ilahi, padahal gender tidak semata-mata demikian.
Secara
etimologis kata ‘gender’ berasal dari bahasa Inggris yang berarti ‘jenis
kelamin’ (Echols dan Shadily, 1983: 265). Gender diartikan sebagai ‘perbedaan
yang tampak antara laki-laki dan perempuan dilihat dari segi nilai dan tingkah
laku’. Hilary M. H.T. Wilson mengartikan ‘gender’ sebagai suatu dasar untuk
menentukan perbedaan sumbangan laki-laki dan perempuan pada kebudayaan dan
kehidupan kolektif yang sebagai akibatnya mereka menjadi lakilaki dan
perempuan. Dari beberapa definisi di atas dapat dipahami bahwa gender adalah
suatu sifat yang dijadikan dasar untuk mengidentifikasi perbedaan antara
laki-laki dan perempuan dilihat dari segi kondisi sosial dan budaya. Gender dalam
arti ini adalah suatu bentuk rekayasa masyarakat (social constructions),
bukannya sesuatu yang bersifat kodrati.
C. Perbedaan
Sex dengan Gender
Gender
berbeda dengan sex, meskipun secara etimologis artinya sama, yaitu jenis
kelamin (Echols dan Shadily, 1983: 517). Secara umum sex digunakan untuk
mengidentifikasi perbedaan laki-laki dan perempuan dari segi anatomi biologis,
sedang gender lebih banyak berkonsentrasi kepada aspek sosial, budaya, dan
aspek-aspek nonbiologis lainnya. Kalau studi sex lebih menekankan kepada
perkembangan aspek biologis, komposisi kimia dan hormon dalam tubuh, anatomi
fisik, reproduksi, serta karakteristik biologis lainnya dalam tubuh seorang
laki-laki dan seorang perempuan, maka studi gender lebih menekankan kepada
perkembangan aspek sosial, budaya, psikologis, dan aspek-aspek non biologis
lainnya. Jika studi sex lebih menekankan kepada aspek anatomi biologi dan
komposisi kimia dalam tubuh laki-laki (maleness) dan perempuan (femaleness),
maka studi gender lebih menekankan pada aspek maskulinitas (masculinity) dan
(femininity) femininitas seseorang.
Menurut
tinjauan sex, seorang laki-laki bercirikan seperti memiliki penis,
memiliki jakala, dan memproduksi sperma; sedang seorang perempuan bercirikan
seperti memiliki vagina, memiliki alat reproduksi seperti rahim dan saluran
untuk melahirkan, memiliki payudara, dan memproduksi sel telur. Ciri-ciri ini
melekat pada laki-laki dan perempuan dan tidak dapat dipertukarkan satu sama
lain. Semua ciri-ciri tersebut diperoleh secara kodrati dari Tuhan. Sedang
menurut tinjauan gender, seorang perempuan memiliki ciri-ciri seperti cantik,
lemah lembut, emosional, dan keibuan, sedang seorang laki-laki memiliki
ciri-ciri seperti kuat, rasional, gagah, perkasa, jantan, dan masih banyak lagi
yang lain. Ciri-ciri ini tidak selamanya tetap, tetapi dapat berubah. Artinya
tidak semua laki-laki atau perempuan memiliki ciri-ciri seperti tersebut.
Ciri-ciri itu bisa saling dipertukarkan. Bisa jadi ada seorang perempuan yang
kuat dan rasional, tetapi ada juga seorang laki-laki yang lemah lembut dan
emosional.
Tegasnya, dalam khazanah ilmu-ilmu sosial, gender
diperkenalkan untuk mengacu kepada perbedaan-perbedaan antara perempuan dengan
laki-laki tanpa konotasikonotasi yang sepenuhnya bersifat biologis, tetapi
lebih merujuk kepada perbedaanperbedaan akibat bentukan sosial. Karena
itu, yang dinamakan relasi gender adalah seperangkat aturan, tradisi, dan
hubungan sosial timbal balik dalam masyarakat dan dalam kebudayaan yang
menentukan batas-batas feminin dan maskulin (Macdonald dkk, 1999: xii).
Jadi, gender menjadi istilah kunci untuk menyebut
femininitas dan maskulinitas yang dibentuk secara sosial yang berbeda-beda dari
satu kurun waktu ke kurun waktu yang lain, dan juga berbeda-beda menurut
tempatnya. Berbeda dengan sex (jenis kelamin), perilaku
gender adalah perilakau yang tercipta melalui proses pembelajaran, bukan
semata-mata berasal dari pemberian (kodrat) Tuhan yang tidak dapat dipengaruhi
oleh manusia.
Sejarah
perbedaan gender antara seorang laki-laki dengan seorang perempuan terjadi
melalui proses yang sangat panjang dan dibentuk oleh beberapa sebab, seperti
kondisi sosial budaya, kondisi keagamaan, dan kondisi kenegaraan. Dengan
proses yang panjang ini, perbedaan gender akhirnya sering dianggap menjadi
ketentuan Tuhan yang bersifat kodrati atau seolah-olah bersifat biologis yang
tidak dapat diubah lagi. Inilah sebenarnya yang menyebabkan awal terjadinya
ketidakadilan gender di tengah-tengah masyarakat.
D.
Potret
Gender
Pengaruh patriarki bisa diminimalisir dan dihilangkan
tentunya dengan cara membangun kesepahaman tentang konsepsi gender itu sendiri.
Dimana konsep tersebut atau konstruksi sosial yang mengacu pada hubungan
(relasi) sosial yang membedakan fungsi dan peran perempuan dan laki-laki bukan
atas dasar biologis atau kodrat, tetapi berdasarkan hak politiknya, ekonominya,
sosial kemasyarakatanya, budayanya dan lain sebagainya. Sehingga pemahaman
gender bukan hanya sebagai suatu paket penfetahuan yang tunggal dan superior
namun tetap harus berpijak dengan lokal wisdom.
Komentar
Posting Komentar